Menjelang akhir masa jabatannya, Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia Chairul Tanjung memaparkan sejumlah fakta mengenai ekonomi Indonesia dua tahun ke depan. Menurutnya, diperkirakan tahun 2015 hingga 2016 adalah tahun berat bagi perekonomian Indonesia dan negara berkembang pada umumnya. “Kondisi itu sudah bisa diprediksi dari sekarang berdasarkan beberapa indikator diantaranya kembali menguatnya perekonomian Amerika yang berimbas pada berkurangnya likuididitas negara-negara berkembang,” jelas Chairul.
Hal senada juga disampaikan, Ekonom Raden Pardede dalam acara perpisahan dan pembubaran Komite Ekonomi Nasional (KEN). Menurut Raden yang juga merupakan wakil ketua (KEN), pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 masih diprediksi mengalami peningkatan tipis bertumbuh disekitar 5,2 %, dengan asumsi stimulus fiskal dari hasil penghematan subsidi BBM akan efektif pada semester kedua. Sementara itu, inflasi diperkirakan berada di tingkat yang lebih tinggi dibanding tahun ini.
“Hal tersebut dikerenakan imbas dari kenaikan harga BBM dan listrik,” kata Raden. Di lain pihak, menguatnya perekonomian Amerika juga menyebabkan suku bunga di sana naik, sehingga suku bunga acuan BI diperkirakan akan naik sampai 8,5 %. Nilai tukar akan berada di sekitar Rp12.200 – Rp 12.700 per US$.
Pelemahan pertumbuhan ini juga terjadi secara merata di hampir semua negara berkembang, bahkan dialami negara ekonomi besar seperti China, India, Brazil dan Indonesia. “Kondisi ini kelak juga akan membuat permintaan barang dan harga komoditas jadi melemah,” jelas Raden.
Menurut hasil pengamatan KEN, ada beberapa poin yang dicatat sebagai tantangan dan peluang di tahun 2015. Tantangannya terdiri atas tantangan eksternal dan tantangan domestik. Tantangan eksternal, pertama, membaiknya perekonomian Amerika, membuat the Fed mulai mengurangi stimulus moneter yang sudah dilaksanakan sejak awal 2014 ini (tapering off). “Semakin membaiknya perekonomian Amerika akan membuat arus masuk likuiditas yang tadinya melimpah bisa jadi akan berhenti atau malah berbalik arah,” ungkap Raden.
Kondisi tersebut juga dapat memicu penarikan kembali modal asing yang sebagian besar dalam bentuk investasi portofolio dan berpotensi menimbulkan goncangan yang cukup kuat bagi neraca pembayaran Indonesia. Likuiditas dapat mengering, rupiah akan tertekan, pasar saham dan keuangan potensial terkoreksi dan suku bunga pasar akan ikut naik sehingga menimbulkan ketidakpastian pasar dan selanjutnya bila berlangsung lama akan mengoreksi pertumbuhan secara signifikan. Perlambatan ekonomi juga akan mengurangai permintaan komoditas dan kemudian berdampak pada penurunan harga komoditas. Padahal ekspor komoditas menjadi salah satu andalan perekomian Indonesia.
Sedangkan tantangan domestiknya, pertama, pemerintah baru akan membutuhkan banyak dana untuk anggaran pembangunan sementara sumber pembiayaan dari dalam negeri terbatas. Kedua, penyediaan energi yang merupakan persyaratan utama untuk menopang perkembangan ekonomi masih menghadapi banyak hambatan. Ketiga, ketergantungan yang sangat tinggi terhadap penerbitan surat hutang untuk membiayai defisit. Keempat, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya untuk bersaing dengan negara lainnya guna mendaptkan investor.
Berdasarkan catatanya tersebut, maka KEN membuat beberapa rekomendasi kebijakan utama bagi pemerintah yang baru. Pertama, segera melakukan pemotongan dan realokasi subsidi energi pada tahun ini (2014) juga. Kedua, pembangunan infrastruktur dan sistem logistik yang efisien. Ketiga, untuk menghadapi defisit transaksi berjalan perlu dikeluarkan kebijakan struktural, memperbesar aliran investasi modal langsung (bukan investasi portofolio) dan efisiensi penggunaan kapital. Keempat, Indonesia tidak harus menaikkan suku bunga ketika Amerika nanti menaikkan suku bunganya. Kelima, kebijakan publik dan struktural untuk mengurangi kemiskinan, mempersempit kesenjangan ekonomi, dan mengurangi pengangguran.
sumber:http://swa.co.id/business-research
0 comments:
Post a Comment